Senin, 12 November 2018

Areal Tanaman Kopi di Adonara Tengah Kian Menyusut


Foto: Alexander L Sira

Data 2009 dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Flores Timur (Flores Timur dalam angka, BPS Kabupaten Flores Timur : 2009) pada tahun 2008 luas areal perkebunan kopi kecamatan Adonara Tengah seluas 189,57 Ha dengan total produksi 202,50 ton. Sementara pada tahun 2010-2012 (statistic pertanian tahun 2015) total produksi tanaman kopi mengalami penyusutan luar biasa yakni 23 ton untuk tiap tahunnya. Luas areal dan besaran produksinya ini tentunya berbanding terbalik dengan dasawarsa sebelumnya. Meskipun pada dasarwarsa sebelumnya Adonara Tengah masih berada dalam wilayah administrative Adonara Barat sehingga data terkait luas dan total produksi tidak dapat diprediksi secara pasti akan tetapi pengalaman empirik menyatakan luas areal perkebunan kopi dan total produksi tanaman kopi untuk wilayah Adonara Tengah melebihi catatan statistik tahun-tahun terbaru.
Hal ini disebabkan oleh masuknya tanaman perkebunan vanili yang berhasil menggeser tanaman perkebunan lainnya. Masa keemasan tanaman vanili mencapai puncaknya ketika pasar menawarkan harga fantastis bagi komoditas ini yang menyebabkan masyarakat Adonara Tengah ramai-ramai menebang tanaman perkebunan lainnya guna memberi tempat bagi ikon baru ini. Vanili membawa daya magis yang luar biasa. Limpahan uang yang begitu mengiurkan membuat masyarakat kelabakan untuk tidak dibilang shock dengan harganya yang fantastis. Proses ikutannya adalah penebangan massal tanaman perkebunan lainnya. Nasib tanaman kopi setali tiga uang. Kopi dibabat. Kopi ditebang paksa. Geliat vanili begitu sporadis. Kopi yang semula jadi ikon kini seolah tenggelam dibalik daya magis luar biasa tanaman vanili. Kopi seolah dianaktirikan dalam pemeliharaan dan pemanenan. Bahkan yang paling buruk tanaman kopi yang sudah tumbuh beberapa generasi manusia dengan gampang di tebang. Vanili lebih bisa hasilkan uang apalagi dengan angkanya yang fantastis maka sudah pasti masyarakat beralih kecintaaannya.
Kini ketika melintasi Adonara Tengah kita hanya bisa bernostalgia dengan tanaman kopi. Penyusutan luas areal perkebunan kopi hampir dijumpai di setiap sudut. Lahan yang dulunya kopi dengan rimbunnya tumbuh kini beralih fungsi jadi tanaman coklat sebagai akibat ikutan ketika daya magis vanili menghilang. Areal vanili beralih fungsi jadi tanaman coklat ataupun tanaman lain. Ketenaran Lite sebagai penghasil kopi kini tinggal menunggu waktu untuk lenyap dari ingatan umat manusia. Kopi bukan lagi tanda pengenal. Paling banter kita hanya bernolstagia lewat lagu yang tercipta beberapa dekade lalu tentang Lite penghasil kopi. Kita hanya bisa tersenyum masam mendengar dialog dari lagu tersebut..”tala lite gere kopi bo aya”. Hingga kapan.
Di masa panennya kebun kopi menjadi begitu hidupnya. Kebun kopi menjadi lokus yang paling menarik animo. Betapa tidak. Biji kopinya memerah merona yang rimbun di dahannya menjadi semacam buah penarik yang tak akan terlewatkan tangan-tangan kokoh pun lembut perempuan dan laki-laki Lite. Lokus kebun kopi seakan punya ruh. Daya magis yang meyihir tangan-tangan terampil. Seakan memijat. Seakan membelai. Meluruh biji demi bji menjadi sebuah kenikmatan tersendiri. Kebun kopi seperti punya nyawa. Begitu hidup. Begitu wah. Tumpah ruah muda pun tua memadati areal perkebunannya masing-masing. Ada nyanyian. Ada tawa. Ada kegaduhan bahagia. Tak ketinggalan ada denting gelas beradu sendok mengaduk bubuk kopi menjadi minuman yang paling nikmat jelang sore. Kita masih punya waktu. Diskusi saja tidak cukup. Mari bergerak dengan cara kita. Ada yang mulai menanam ada pula yang mulai menggelitik jiwa para petani kopi melalui pemdes dan pemda. (Teks: Alexander L SiraData)

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar