Foto: Alexander L Sira |
Data 2009 dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Flores Timur (Flores Timur dalam angka, BPS Kabupaten Flores Timur :
2009) pada tahun 2008 luas areal perkebunan kopi kecamatan Adonara Tengah
seluas 189,57 Ha dengan total produksi 202,50 ton. Sementara pada tahun
2010-2012 (statistic pertanian tahun 2015) total produksi tanaman kopi
mengalami penyusutan luar biasa yakni 23 ton untuk tiap tahunnya. Luas areal
dan besaran produksinya ini tentunya berbanding terbalik dengan dasawarsa
sebelumnya. Meskipun pada dasarwarsa sebelumnya Adonara Tengah masih berada
dalam wilayah administrative Adonara Barat sehingga data terkait luas dan total
produksi tidak dapat diprediksi secara pasti akan tetapi pengalaman empirik
menyatakan luas areal perkebunan kopi dan total produksi tanaman kopi untuk
wilayah Adonara Tengah melebihi catatan statistik tahun-tahun terbaru.
Hal ini disebabkan oleh masuknya tanaman perkebunan
vanili yang berhasil menggeser tanaman perkebunan lainnya. Masa keemasan
tanaman vanili mencapai puncaknya ketika pasar menawarkan harga fantastis bagi
komoditas ini yang menyebabkan masyarakat Adonara Tengah ramai-ramai menebang
tanaman perkebunan lainnya guna memberi tempat bagi ikon baru ini. Vanili
membawa daya magis yang luar biasa. Limpahan uang yang begitu mengiurkan
membuat masyarakat kelabakan untuk tidak dibilang shock dengan harganya yang
fantastis. Proses ikutannya adalah penebangan massal tanaman perkebunan
lainnya. Nasib tanaman kopi setali tiga uang. Kopi dibabat. Kopi ditebang
paksa. Geliat vanili begitu sporadis. Kopi yang semula jadi ikon kini seolah
tenggelam dibalik daya magis luar biasa tanaman vanili. Kopi seolah
dianaktirikan dalam pemeliharaan dan pemanenan. Bahkan yang paling buruk
tanaman kopi yang sudah tumbuh beberapa generasi manusia dengan gampang di
tebang. Vanili lebih bisa hasilkan uang apalagi dengan angkanya yang fantastis
maka sudah pasti masyarakat beralih kecintaaannya.
Kini ketika melintasi Adonara Tengah kita hanya bisa
bernostalgia dengan tanaman kopi. Penyusutan luas areal perkebunan kopi hampir
dijumpai di setiap sudut. Lahan yang dulunya kopi dengan rimbunnya tumbuh kini
beralih fungsi jadi tanaman coklat sebagai akibat ikutan ketika daya magis
vanili menghilang. Areal vanili beralih fungsi jadi tanaman coklat ataupun
tanaman lain. Ketenaran Lite sebagai penghasil kopi kini tinggal menunggu waktu
untuk lenyap dari ingatan umat manusia. Kopi bukan lagi tanda pengenal. Paling
banter kita hanya bernolstagia lewat lagu yang tercipta beberapa dekade lalu
tentang Lite penghasil kopi. Kita hanya bisa tersenyum masam mendengar dialog
dari lagu tersebut..”tala lite gere kopi bo aya”. Hingga kapan.
Di masa panennya kebun kopi menjadi begitu hidupnya.
Kebun kopi menjadi lokus yang paling menarik animo. Betapa tidak. Biji kopinya
memerah merona yang rimbun di dahannya menjadi semacam buah penarik yang tak
akan terlewatkan tangan-tangan kokoh pun lembut perempuan dan laki-laki Lite.
Lokus kebun kopi seakan punya ruh. Daya magis yang meyihir tangan-tangan
terampil. Seakan memijat. Seakan membelai. Meluruh biji demi bji menjadi sebuah
kenikmatan tersendiri. Kebun kopi seperti punya nyawa. Begitu hidup. Begitu
wah. Tumpah ruah muda pun tua memadati areal perkebunannya masing-masing. Ada
nyanyian. Ada tawa. Ada kegaduhan bahagia. Tak ketinggalan ada denting gelas
beradu sendok mengaduk bubuk kopi menjadi minuman yang paling nikmat jelang sore.
Kita masih punya waktu. Diskusi saja tidak cukup. Mari bergerak dengan cara
kita. Ada yang mulai menanam ada pula yang mulai menggelitik jiwa para petani
kopi melalui pemdes dan pemda. (Teks: Alexander L SiraData)